Selasa, 22 Maret 2011

Khadafi Bagi Rp 3,5 Juta/Keluarga dan Naikkan Gaji 150%

Khadafi Bagi Rp 3,5 Juta/Keluarga dan Naikkan Gaji 150%
Tripoli - Muammar Khadafi mencoba menarik hati rakyatnya dengan bagi-bagi uang. Setiap keluarga di negeri makmur itu akan mendapatkan uang kontan sekitar 400 dolar (Rp 3,5 juta) sebagai subsidi atas harga pangan yang meroket.

Paket kontan ini disiarkan di televisi pemerintah, Jumat (25/2/2011) seperti dilansir Reuters. Selain itu, Khadafi juga menaikkan gaji pekerja sektor publik sebanyak 150 persen.

Libya adalah negara kaya minyak yang kaya raya. Masalah ekonomi bukan pendorong demo antirezim. Demo dipicu oleh represi secara politik. Negeri ini memiliki penduduk sekitar 6 juta orang.

Sementara itu, Al Jazeera melaporkan, pemerintahan Tripoli saat ini sedang membersihkan jalanan dan mengecat coretan protes di bangunan-bangunan. Namun pengecatan yang jelek menyebabkan lahir tuduhan bahwa pemerintah Tripoli ingin memperlihatkan bahwa tidak pernah terjadi apa-apa di kota yang tetap dikuasai pro-Khadafi itu.

Penduduk Tripoli juga mendapat SMS-broadcast dari pemerintah yang isinya mengimbau masyarakat untuk beraktivitas secara normal dan kembali bekerja.

Sedangkan Presiden Hugo Chavez yang merupakan sahabat Khadafi, mengungkapkan dukungan pada pemimpin berusia 68 tahun itu dengan menulis di twitternya: Khadafi menghadapi perang saudara. Hidup Libya. Hidup kemerdekaan Libya.


dikutip dari detikNews

Politisi Indonesia Kecam Serangan Sekutu ke Libya

Politisi Indonesia Kecam Serangan Sekutu ke Libya
Jakarta - Kekejaman Muammar Khadafi pada rakyatnya memang tidak terpuji. Namun serangan pasukan sekutu yang dimotori AS kepada rezim Khadafi juga banjir kecaman, termasuk dari politisi Indonesia.

“Seharusnya Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1973 yang disahkan pada tanggal 17 Maret 2011 silam diterapkan secara bertahap sebatas larangan zona terbang bagi pesawat milik Libya," ujar anggota Komisi I (Pertahanan) DPR, Yoyoh Yusroh, dalam statemen tertulisnya, Selasa (22/3/2011).

Dengan bombardir seperti yang dilakukan pasukan sekutu, jelas sekali yang akan menjadi korban di Libya adalah rakyat yang tidak bersalah.  Serangan sekutu yang disebut Operation Odyssey Dawn merupakan hasil pertemuan darurat 22 pemimpin dan pejabat top untuk melakukan apapun, agar Khadafi menghormati Resolusi Dewan Keamanan pada hari Kamis.

Anggota Komisi I dari Fraksi PKS ini menyerukan bahwa masyarakat internasional harus mengedepankan perlindungan kepada penduduk sipil yang tidak berdosa dan menjadi korban tindak kekerasan.

“Dan yang lebih penting, jangan sampai dalam operasi ini tidak ada jaminan kuat bahwa pasukan sekutu akan tetap bercokol di Libya meskipun rezim Khadafi telah diganti. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak pihak asing yang sedang berebut lahan minyak di sana,” ujar Yoyoh.

Kecaman juga datang dari BM Wibowo, Sekretaris Jenderal DPP Partai Bulan Bintang. Dia menilai, meski melibatkan negara-negara lain, tetap saja agresi militer ke Libya dimotori dan disponsori Amerika Serikat. Ini menambah pengalaman traumatik atas agresi militer Amerika ke Timur Tengah, yang ujung-ujungnya berupa penguasaan sumber-sumber energi, khususnya minyak dan gas.

Dia berpandangan, AS menggunakan alasan yang dibuat mirip kasus perang Irak-Kuwait, dengan memunculkan terlebih dahulu kesan kebutuhan akan intervensi militer asing. Selanjutnya, tentara AS hadir sebagai sebuah ‘keterpaksaan’. Padahal pada kenyataannya, intervensi seperti itu tidak pernah dilakukan AS di negara-negara yang tidak prospektif. "Apakah dalam krisis di Liberia, Pantai Gading, Rwanda, maupun Kongo, pasukan NATO atau Sekutu hadir? Bahkan dalam kasus Palestina, AS terus membela Israel," kritiknya.

Bowo menuturkan, kasus Libya juga menjadi pengalaman bagi negara-negara lain di Timur Tengah yang sedang bergolak, agar dapat menyelesaikan krisis secara lebih cepat secara damai. "Jangan sampai pergolakan itu dimanfaatkan oleh Amerika dan sekutunya untuk kepentingannya sendiri, yaitu kepentingan mengatasi krisis dalam negeri dengan merebut kekayaan negara lain. Waspadah!" ujarnya.

Jika politisi terang-terangan mengecam, sikap pemerintah Indonesia jauh lebih "lunak". Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan, pemerintah Indonesia sejak awal senantiasa mengedepankan perlunya masyarakat internasional memberikan perlindungan kepada warga sipil yang tidak berdosa di Libya. Namun bentuk perlindungan yang diberikan oleh masyarakat internasional harus sesuai dengan hukum internasional dan harus sesuai dengan piagam PBB.

 dikutip dari detikNews

RI Harus Tegaskan Libya Tidak Jadi Irak Kedua



RI Harus Tegaskan Libya Tidak Jadi Irak Kedua

"Kita jaga Libya tidak menjadi Irak ke-2, Pemerintah RI harus tegaskan sikap ini. Operasi militer tidak berkepanjangan dan jangan sampai kepentingan militer Barat mengatur kehidupan masyarakat Libya nantinya," ujar Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (22/3/2011).

Merujuk pada aksi-aksi militer sekutu sebelumnya, politisi PKS ini menduga ada kepentingan tertentu yang menjadi latar belakangnya. Terlebih alam Libya terhitung berlimpah dengan sumber daya minyak dan gas alam.

"Tidak ada operasi militer yang gratis. Kita harus cermati juga dukungan Liga Arab terhadap operasi militer ini," kata dia.

Lebih lanjut Mahfudz mengatakan, harus ada desakan keras dari komunitas internasional bahwa serangan yang dimotori AS, Perancis dan Inggris hanya untuk melumpuhkan militer Libya. Bukan untuk pendudukan dan mengatur kehidupan rakyat Libya di masa mendatang.

"Setelah militer Khadafi lumpuh, sekutu harus meninggalkan Libya dan biarkan masyarakat Libya menentukan masa depannya sendiri," tegas dia.

dikutip dari detik.com

Menlu: Masalah Libya Tidak Bisa Diselesaikan dengan Kekerasan



Menlu: Masalah Libya Tidak Bisa Diselesaikan dengan Kekerasan


Indonesia tidak sepakat jika masalah Libya diselesaikan dengan cara kekerasan dan sudah menyampaikan pandangan-pandangannya kepada semua pihak yang terkait. Hal itu disampaikan melalui komunikasi dari Presiden kepada pihak-pihak terkait seperti Sekjen PBB dan lainnya.

Menurut Menlu Marty Natalegawa, soal Libya, Indonesia sejak awal mempertahankan dua hal. Pertama, warga sipil agar diberikan perlindungan. Kedua, penyelesaian masalah melalui jalur perundingan dan dialog serta tidak melalui kekerasan.

"Pesan-pesan seperti ini sudah disampaikan oleh pemerintah Indonesia ke berbagai pihak," ujar Marty di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (22/3/2011).

Dalam hal ini, Indonesia tidak mengecam apa yang telah dilakukan pasukan sekutu. Menurut Indonesia, perlindungan warga sipil, mutlak dilakukan. Karena itu, masyarakat internasional diminta mengambil langkah-langkah yang sesuai hukum internasional dan sesuai Piagam PBB.

"Tapi semuanya itu hendaknya dilakukan dengan cara tetap memungkinkan adanya dialog, memungkinkan penyelesaian secara politik," imbuh dia.

Pada intinya, pemerintah Indonesia sangat prihatin melihat penggunaan kekerasan yang justru semakin mencuat. Kekerasan ini dilakukan pemerintah Libya terhadap warga negaranya sendiri. Langkah semacam itu harus segera dihentikan. Marty menegaskan, Indonesia menginginkan masyarakat internasional bertindak secara konkret sesuai dengan hukum internasional dan Piagam PBB.

"Langkah internasional ini harus terukur, jangan sampai langkahnya ini menimbulkan...(omongan tak selesai-red). Nah, ini yang hingga saat ini apakah sudah benar-benar terukur atau justru menimbulkan masalah baru," tutur Marty.

Banyak korban warga sipil, anak-anak dan wanita? "Itu justru kita berpandangan bahwa akhirnya masalah tidak bisa diselesaikan melalui kekerasan," ucap Marty.

dikutip dari detik.com