Selasa, 22 Maret 2011

Politisi Indonesia Kecam Serangan Sekutu ke Libya

Politisi Indonesia Kecam Serangan Sekutu ke Libya
Jakarta - Kekejaman Muammar Khadafi pada rakyatnya memang tidak terpuji. Namun serangan pasukan sekutu yang dimotori AS kepada rezim Khadafi juga banjir kecaman, termasuk dari politisi Indonesia.

“Seharusnya Resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1973 yang disahkan pada tanggal 17 Maret 2011 silam diterapkan secara bertahap sebatas larangan zona terbang bagi pesawat milik Libya," ujar anggota Komisi I (Pertahanan) DPR, Yoyoh Yusroh, dalam statemen tertulisnya, Selasa (22/3/2011).

Dengan bombardir seperti yang dilakukan pasukan sekutu, jelas sekali yang akan menjadi korban di Libya adalah rakyat yang tidak bersalah.  Serangan sekutu yang disebut Operation Odyssey Dawn merupakan hasil pertemuan darurat 22 pemimpin dan pejabat top untuk melakukan apapun, agar Khadafi menghormati Resolusi Dewan Keamanan pada hari Kamis.

Anggota Komisi I dari Fraksi PKS ini menyerukan bahwa masyarakat internasional harus mengedepankan perlindungan kepada penduduk sipil yang tidak berdosa dan menjadi korban tindak kekerasan.

“Dan yang lebih penting, jangan sampai dalam operasi ini tidak ada jaminan kuat bahwa pasukan sekutu akan tetap bercokol di Libya meskipun rezim Khadafi telah diganti. Sudah menjadi rahasia umum bahwa banyak pihak asing yang sedang berebut lahan minyak di sana,” ujar Yoyoh.

Kecaman juga datang dari BM Wibowo, Sekretaris Jenderal DPP Partai Bulan Bintang. Dia menilai, meski melibatkan negara-negara lain, tetap saja agresi militer ke Libya dimotori dan disponsori Amerika Serikat. Ini menambah pengalaman traumatik atas agresi militer Amerika ke Timur Tengah, yang ujung-ujungnya berupa penguasaan sumber-sumber energi, khususnya minyak dan gas.

Dia berpandangan, AS menggunakan alasan yang dibuat mirip kasus perang Irak-Kuwait, dengan memunculkan terlebih dahulu kesan kebutuhan akan intervensi militer asing. Selanjutnya, tentara AS hadir sebagai sebuah ‘keterpaksaan’. Padahal pada kenyataannya, intervensi seperti itu tidak pernah dilakukan AS di negara-negara yang tidak prospektif. "Apakah dalam krisis di Liberia, Pantai Gading, Rwanda, maupun Kongo, pasukan NATO atau Sekutu hadir? Bahkan dalam kasus Palestina, AS terus membela Israel," kritiknya.

Bowo menuturkan, kasus Libya juga menjadi pengalaman bagi negara-negara lain di Timur Tengah yang sedang bergolak, agar dapat menyelesaikan krisis secara lebih cepat secara damai. "Jangan sampai pergolakan itu dimanfaatkan oleh Amerika dan sekutunya untuk kepentingannya sendiri, yaitu kepentingan mengatasi krisis dalam negeri dengan merebut kekayaan negara lain. Waspadah!" ujarnya.

Jika politisi terang-terangan mengecam, sikap pemerintah Indonesia jauh lebih "lunak". Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menyatakan, pemerintah Indonesia sejak awal senantiasa mengedepankan perlunya masyarakat internasional memberikan perlindungan kepada warga sipil yang tidak berdosa di Libya. Namun bentuk perlindungan yang diberikan oleh masyarakat internasional harus sesuai dengan hukum internasional dan harus sesuai dengan piagam PBB.

 dikutip dari detikNews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar